Tidak salah jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pakpak Bharat ingin menjadikan gambir sebagai ikon daerah yang baru dimekarkan itu. Alasannya sangat sederhana, karena Pakpak Bharat memiliki potensi yang luar biasa dalam menghasilkan gambir bermutu tinggi.
Bahkan di Indonesia, hanya dua propinsi yang dapat ditumbuhi tanaman gambir yakni Propinsi Sumiatera Utara (Sumut) tepatnya di Kabupaten Pakpak Bharat dan Solok, Propinsi Sumatera Barat (Sumbar). Kedua propinsi inilah yang memberi andil dalam memenuhi pasar gambir di tanah air termasuk pasar internasional.
Pekan lalu MedanBisnis mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Salak, ibukotanya Kabupaten Pakpak Bharat. Di sana, hampir semua daerah atau kecamatan ditumbuhi dengan tanaman gambir meski skalanya tidak terlalu luas. Namun, secara rata-rata, gambir adalah salah satu sumber penghasilan utama masyarakat setempat di samping kopi.
Meski belum dikelola secara modern namun masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat tetap mempertahankan tanaman gambir sebagai penopang kebutuhan hidup keluarganya. Betapa tidak, tanaman gambir yang selama ini dikelola secara regenerasi atau turun temurun memberikan keuntungan yang luar biasa bagi masyarakat setempat. Itu karena dalam budidaya tanaman gambir tidak memerlukan perawatan intensif sementara harga jual relatif tinggi.
“Saat ini harga gambir memang sedang turun berkisar Rp 17.000 per kilogram (kg) dibanding bulan-bulan sebelumnya yang sempat mencapai antara Rp 25.000 hingga Rp 27.000 per kg.
Namun, karena perawatannya sangat mudah dan sederhana, petani tidak akan terlalu dirugikan bila harga turun menjadi Rp 17.000 per kg,” kata Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu memulai obrolannya dengan MedanBisnis, di ruang kerjanya, Kantor Bupati Pakpak Bharat.
Begitupun bukan berarti Bupati lepas tangan terhadap turunnya harga gambir tersebut. Saat ini, Bupati bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait tengah merencanakan adanya suatu lembaga untuk menampung seluruh hasil-hasil pertanian unggulan daerah tersebut khususnya getah gambir.
Bahkan menurut Bupati yang saat itu didampingi Asisten II bidang Administrasi dan Pembangunan Sustra Ginting, peraturan daerah (Perda) untuk pendirian semacam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang usaha menampung hasil-hasil pertanian khususnya komoditas unggulan telah disahkan. “Ini strategi atau solusi yang akan kami realisasikan untuk mengatasi persoalan harga produk pertanian petani yang kerap anjlok saat panen raya tiba,” katanya.
Dengan adanya lembaga tersebut, lanjut Remigo, petani akan diuntungkan karena harga yang ditawarkan selalu tinggi. Misalnya, bila harga gambir turun seperti sekarang ini yakni Rp 17.000 per kg, sementara harga kontrak yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak perusahaan Rp 18.000 per kg maka lembaga tersebut akan membeli gambir sesuai harga kontrak.
Namun, bila harga pasar lebih tinggi dari harga kontrak yang disepakati katakanlah hingga mencapai Rp 27.000 per kg (harga pasar-red) maka petani boleh menjual getah gambirnya ke pasar meski diawal sebelumnya sudah ada kontrak antara lembaga dengan petani.
Artinya, kontrak atau kesepakatan yang telah disusun sebelumnya tidak berlaku permanen atau bisa berubah jika harga pasar memang lebih tinggi. “Jadi, sebelumnya antara lembaga dengan petani dalam hal ini kelompok tani akan membuat perjanjian terhadap harga getah gambir,” terang bapak tiga anak ini.
Karena hargalah yang selama ini menjadi kekhawatiran petani dalam mengembangkan tanaman gambir secara komersil. “Nah, dengan adanya lembaga ini, harga gambir bisa meningkat dari sekarang, hingga akhirnya petani terpacu untuk memanfaatkan lahannya untuk menanam gambir dan merawatnya dengan baik,” kata Remigo.
Dengan adanya lembaga BUMD tersebut selain dapat meningkatkan pendapatan petani juga mempermudah petani mengakses pasar luar negeri. Apalagi selama ini, getah gambir yang diproduksi petani di Pakpak Bharat tidak hanya mengisi pasar dalam negeri saja tapi juga pasar luar negeri seperti India, yang permintaan akan getah gambir cukup tinggi.
Bahkan 80% dari total kebutuhan gambir India dipasok dari Indonesia termasuk Pakpak Bharat. “Jangankan India, pasar dalam negeri kita saja hingga kini masih kurang apalagi untuk ke depannya, permintaan gambir akan jauh lebih besar mengingat manfaat gambir yang begitu luar biasa,” terang Bupati.
Alasan itu juga yang membuat Bupati Remigo Yolanda menjadikan gambir sebagai salah satu produk unggulan Pakpak Bharat yang siap mengisi pasar internasional. “Pasar sudah ada, tinggal bagaimana kita memanfaatkan pasar tersebut. Karena itu kita harus mempersiapkan sektor hulunya dalam hal ini budidaya tanaman gambir. Sehingga permintaan gambir bisa terpenuhi engan baik,” kata Bupati optimis. (junita sianturi)
dikutip dari : www.medanbisnisdaily.com
0 komentar:
Posting Komentar