Tanaman nilam pernah mencuatkan sebuah fenomena karena harga jualnya mencapai Rp 6 juta per kg. Proses produksi penyulingan hingga menghasilkan minyak ini selain digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan obatan-obatan, juga sebagai minyak pesawat. Namun secara perlahan, petani yang mengolah pertanaman nilam makin menyusut seiring dengan harganya yang juga merosot di pasaran.
Begitupun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pakpak Bharat tetap mempertahankan tanaman nilam karena diharapkan masih bisa dikembangkan. "Permintaan juga masih tetap ada kok. Meski jumlahnya juga sudah jauh berkurang dibandingkan lima atau enam tahun yang lalu," ujar Eva Berutu, staf anjungan Pakpak Bharat, kepada MedanBisnis, Jumat (15/4), di arena Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU).
Menurut Eva, saat ini petani nilam di Pakpak Bharat ada di daerah Sibande Kecamatan Sitelu Tali Urang Jahe. "Jumlahnya tinggal sedikit. Karena setengah dari warga yang dulunya petani nilam, sekarang sudah memilih menekuni tanaman pangan dan hortikultura," ungkapnya.
Dikatakan Eva, panen nilam dilakukan sebulan sekali. Karena daun yang dipetik, akan kembali tumbuh optimal setelah sebulan masa panen. "Kalau dipetik lagi sebelum waktunya genap sebulan, daunnya tidak akan tumbuh secara optimal. Dan, itu akan mengurangi hasil produksi," katatanya.
Untuk mendapatkan 1 kg minyak nilam, terang Eva, dibutuhkan sekitar 6-10 goni daun nilam. "Kalau daunnya selebar telapak tangan, itu artinya tumbuh dengan baik. Kalau kualitas daunnya seperti itu, paling dibutuhkan 6 goni untuk menghasilkan 1 kg minyak nilam," katanya.
Ia menambahkan, saat ini, produksi nilam dari Pakpak Bharat dipasarkan ke Medan. Pasalnya, pasaran Medan menjadi daerah paling potensial terutama untuk minyak nilam yang telah diolah menjadi minyak urut. Tanaman nilam ini, masih memiliki nilai pasar yang tinggi. Namun, kendala yang ditemui masyarakat di Pakpak Bharat untuk mengembangkannya adalah terbatasnya lahan yang dimiliki warga.
"Makanya sejumlah petani nilam memilih beralih ke tanaman pangan dan hortikultura. Karena mereka tidak bisa terus mempertahankan tanaman nilam yang harganya memang terus merosot,” jelasnya.
Begitupun, lanjut Eva, Pemkab akan terus mempertahankan tanaman nilam ini karena termasuk tanaman yang jumlahnya kini semakin terbatas terlebih di daerah ini dengan masyarakatnya yang mayoritas petani. Karena petani yang tetap mempertahankan nilam ini yakin harganya akan kembali naik apalagi kini olahannya lebih banyak difokuskan pada minyak urut. (elvidaris simamora)
dikutip dari :www.medanbisnisdaily.com
0 komentar:
Posting Komentar