Pemkab Pakpak Bharat bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara untuk menjadikan daerah itu sebagai sentra terbesar minyak nilam.
“Kerja sama dengan BPTP sejak 2005, namun untuk pengembangan tanaman nilam baru 2008, dan akan dilanjutkan karena hasilnya positf,” kata Bupati Pakpak Bharat, Makmur Berasa, usai serah jabatan Kepala BPTP Sumut dari M Prama Yufdy kepada Didik Harinowo, di Medan, Senin [07/09] .
Dia memberi contoh, di Pakpak Bharat misalnya kini sudah memiliki kebun induk tanaman nilam, di mana petani atau pengusaha swasta yang akan mengembangkan tanaman itu bisa mendapatkan benih yang benar-benar berkualitas atau unggul. Dengan benih unggul dipastikan produksi dan mutu nilam itu akan bagus sehingga harga jualnya juga bisa tinggi.
Sebagai kabupaten baru yang merupakan pemekaran Kabupaten Dairi, kata dia, Pakpak Bharat berupaya meningkatkan pendapatan daerah termasuk berupaya mendorong pendapatan warganya.
Nilam adalah salah satu potensi tanaman di daerah itu, di mana oleh pedagang dikumpulkan untuk kemudian dijual ke perusahaan yang mengekspornya.
Minyak nilam yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri sebagian besar di ekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional khususnya pabrik kosmetika dan farmasi.
“Pemkab menginginkan masing-masing suatu lokasi daerah memiliki tanaman unggulan sehingga bisa mempercepat tumbuhnya perekonomian warga di kabupaten itu dan itu sedang dipetakan bekerja sama dengan BPTP Sumut,” katanya.
Di luar nilam, dewasa ini yang sedang diadopsi adalah teknologi tanaman padi sawah maupun gogo, sehingga daerah itu juga diharapkan bisa menjadi salah satu penghasil atau lumbung beras Sumut. ( ant )
Sektor Hortikultura BPTP Rendah
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian (Balitbang Deptan) mengakui, adopsi teknologi yang dihasilkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) masih sangat rendah di sektor hortikultura, berbeda dengan tanaman pangan/palawija yang daya serapnya rata-rata cukup bagus.
“Itu terjadi karena di sektor hortikultura peran swasta sangat kuat, beda dengan tanaman pangan dan palawija yang masih banyak juga dikuasai oleh petani,” kata Kepala Balitbang Deptan, Gatot Irianto, di Medan, Senin.
Dia berbicara menjawab pertanyaan wartawan usai acara pergantian Kepala BPPT Sumut dari pejabat lama M Prama Yufdy ke Didik Harinowo dimana sekaligus dilakukan penandatanganan kerja sama BPTP Sumut dan Pemkab Batubara dan Pakpak Bharat.
Untuk meningkatkan adopsi teknologi di sektor hortikultura itu, maka, kata dia, BPTP sudah diminta menciptakan teknologi untuk pengembangan buah lokal seperti Rambutan Binjai, Sumut.
Apalagi, katanya, potensi pasar buah lokal sebenarnya masih cukup besar, meski memang harus dimulai dengan rasa cinta konsumen atas produk dalam negeri.
“Buah lokal kalau ditangani serius juga bisa menghasilkan rasa dan kualitas buah yang tidak kalah bahkan bisa lebih unggul dari produk impor,” katanya.
Menjawab pertanyaan tentang buah lokal yang kalah murah dari harga jual buah impor, menurut Gatot, itu sebenarnya tidak benar, karena hanya merupakan “permainan”.
“Harga buah impor tidak transparan. Lihat saja, harga buah yang murah itu tidak bertahan lama, dimana ketika buah lokal produksinya rendah atau tidak ada di pasar, maka harga buah impor itu menjadi melonjak tajam,” katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho yang hadir dalam acara pergantian Kepala BPTP Sumut itu, mengatakan, Pemprov Sumut berharap besar kepada BPTP untuk bisa menciptakan teknologi-teknologi baru untuk pengembangan berbagai tanaman khususnya tanaman pangan.
Pertumbuhan penduduk Sumut yang termasuk tinggi itu, katanya, harus diikuti dengan produksi hasil tanaman pangan yang tinggi pula.
Dia mendukung langkah Pemkab Batubara dan Pakpak Bharat yang bekerja sama dengan BPTP mengingat era otonomi daerah peran pemkab/pemko-lah yang dominan.
Source : beritasore.com
“Kerja sama dengan BPTP sejak 2005, namun untuk pengembangan tanaman nilam baru 2008, dan akan dilanjutkan karena hasilnya positf,” kata Bupati Pakpak Bharat, Makmur Berasa, usai serah jabatan Kepala BPTP Sumut dari M Prama Yufdy kepada Didik Harinowo, di Medan, Senin [07/09] .
Dia memberi contoh, di Pakpak Bharat misalnya kini sudah memiliki kebun induk tanaman nilam, di mana petani atau pengusaha swasta yang akan mengembangkan tanaman itu bisa mendapatkan benih yang benar-benar berkualitas atau unggul. Dengan benih unggul dipastikan produksi dan mutu nilam itu akan bagus sehingga harga jualnya juga bisa tinggi.
Sebagai kabupaten baru yang merupakan pemekaran Kabupaten Dairi, kata dia, Pakpak Bharat berupaya meningkatkan pendapatan daerah termasuk berupaya mendorong pendapatan warganya.
Nilam adalah salah satu potensi tanaman di daerah itu, di mana oleh pedagang dikumpulkan untuk kemudian dijual ke perusahaan yang mengekspornya.
Minyak nilam yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri sebagian besar di ekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional khususnya pabrik kosmetika dan farmasi.
“Pemkab menginginkan masing-masing suatu lokasi daerah memiliki tanaman unggulan sehingga bisa mempercepat tumbuhnya perekonomian warga di kabupaten itu dan itu sedang dipetakan bekerja sama dengan BPTP Sumut,” katanya.
Di luar nilam, dewasa ini yang sedang diadopsi adalah teknologi tanaman padi sawah maupun gogo, sehingga daerah itu juga diharapkan bisa menjadi salah satu penghasil atau lumbung beras Sumut. ( ant )
Sektor Hortikultura BPTP Rendah
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian (Balitbang Deptan) mengakui, adopsi teknologi yang dihasilkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) masih sangat rendah di sektor hortikultura, berbeda dengan tanaman pangan/palawija yang daya serapnya rata-rata cukup bagus.
“Itu terjadi karena di sektor hortikultura peran swasta sangat kuat, beda dengan tanaman pangan dan palawija yang masih banyak juga dikuasai oleh petani,” kata Kepala Balitbang Deptan, Gatot Irianto, di Medan, Senin.
Dia berbicara menjawab pertanyaan wartawan usai acara pergantian Kepala BPPT Sumut dari pejabat lama M Prama Yufdy ke Didik Harinowo dimana sekaligus dilakukan penandatanganan kerja sama BPTP Sumut dan Pemkab Batubara dan Pakpak Bharat.
Untuk meningkatkan adopsi teknologi di sektor hortikultura itu, maka, kata dia, BPTP sudah diminta menciptakan teknologi untuk pengembangan buah lokal seperti Rambutan Binjai, Sumut.
Apalagi, katanya, potensi pasar buah lokal sebenarnya masih cukup besar, meski memang harus dimulai dengan rasa cinta konsumen atas produk dalam negeri.
“Buah lokal kalau ditangani serius juga bisa menghasilkan rasa dan kualitas buah yang tidak kalah bahkan bisa lebih unggul dari produk impor,” katanya.
Menjawab pertanyaan tentang buah lokal yang kalah murah dari harga jual buah impor, menurut Gatot, itu sebenarnya tidak benar, karena hanya merupakan “permainan”.
“Harga buah impor tidak transparan. Lihat saja, harga buah yang murah itu tidak bertahan lama, dimana ketika buah lokal produksinya rendah atau tidak ada di pasar, maka harga buah impor itu menjadi melonjak tajam,” katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho yang hadir dalam acara pergantian Kepala BPTP Sumut itu, mengatakan, Pemprov Sumut berharap besar kepada BPTP untuk bisa menciptakan teknologi-teknologi baru untuk pengembangan berbagai tanaman khususnya tanaman pangan.
Pertumbuhan penduduk Sumut yang termasuk tinggi itu, katanya, harus diikuti dengan produksi hasil tanaman pangan yang tinggi pula.
Dia mendukung langkah Pemkab Batubara dan Pakpak Bharat yang bekerja sama dengan BPTP mengingat era otonomi daerah peran pemkab/pemko-lah yang dominan.
Source : beritasore.com
2 komentar:
Maju trus
SEMOGA MEMBUAHKAN HASIL YANG BAIK...
http://boeangsaoet.wordpress.com
Posting Komentar